Pusis Romantis “Senja Terakhir di Ujung Cakrawala”
Dalam diam senja menetes
Seperti rasa yang tak sempat tersampaikan.
Kita adalah dua jiwa yang pernah samasya dalam angan
Kini menjadi bayang di langit yang kehilangan warna.
Kau pernah jadi prāṇa, napas dalam hidupku
Tapi waktu adalah vadha—pembunuh yang lembut.
Tak ada janji yang cukup kuat melawan takdir
sebab semesta pun tau...
Amor aeternus tak selalu berarti selamanya.
Aku memanggilmu dalam sepi,
“Adakah engkau dengar rintihku dari kejauhan?”
Namun hanya gema mampu menjawab
Lalu lenya... seperti kita.
Kita adalah kisah yang ditulis pada pasir pantai
Namun Luat bernama kenyataan menghapusnya perlahan.
Kau menjauh seperti chāyā-bayang yang tak bisa kurengkuh.
Aku tertinggal...
Di antara serpih harap dan runtuha luka.
Jika kau membaca ini...
Ingatlah... bahwa aku mencintaimu
Bukan untuk kembali...
Tapi untuk pergi dengan tenang.
Vale, amor meus.
Selamat tinggal, cintaku.
Dalam setiap hujan...
Aku masih mengenangmu tanpa harap
Tanpa dendam...
Hanya kasih yang patah.